Jumat, 04 Agustus 2017

Prabowo Ajukan Gugatan Pilpres 2014

Penetapan resmi KPU pemenang pilpres tahun 2014 telah diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia tanggal 22 Juli 2014 kemarin. Jokowi JK dinyatakan sebagai pemenang Pemilihan Umum Presiden Pilpres 2014 ini dengan menerima jumlah bunyi sebesar 70.997.833 atau prosentase 53 ,15 % dibandingkan dengan pasangan Prabowo Hatta jumlah bunyi sebesar 62.576.444 atau prosentase 46 ,85 %.

Kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa petang tanggal 25 Juli resmi mengajukan gugatan sengketa pemilu presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK). Secara umum , mereka meminta dua hal yakni penghitungan bunyi dan juga pemungutan bunyi ulang (PSU).

Prabowo Ajukan Gugatan Pilpres 2014

Klaim Prabowo 1 Juta Bukti Pelanggaran Pilpres 2014


Informasi yang didapat dari laman website jpnn.comm bahwa kubu Prabowo Hatta telah memiliki berbagai bukti-bukti pelanggaran pemilihan umum presiden masa jabatan 2014-2019 ini. Berikut pernyataan prabowo dikutip dari jpnn.com.

"Kita akan melanjutkan usaha dengan jalur hukum. Kita hampir punya satu juta dokumen (pelanggaran) , kita punya 25 ribu saksi ," kata Prabowo , Jumat (25/7) malam , di depan ratusan massa pendukung yang semenjak siang tadi menunggunya.

Tim hukum pasangan calon nomor urut 1 , Habiburokhman di Gedung MK mengatakan permasalahan yang disengketakan mereka ke MK yakni terjadinya kecurangan yang terstruktur , sistematis dan masif di hampir seluruh 33 provinsi di Indonesia.

Sehingga jikalau kita persoalkan prosesnya tentu akhirnya menjadi tidak lagi layak atau relevan untuk dipertahankan. Pokoknya secara berangasan dengan gugatan ini jumlah bunyi yang hilang sekitar lebih dari 21 juta suara.

Pelanggaran Pemilihan Umum 2014


selama proses pemilu ditemukan adanya pelanggaran dan kecurangan yang tidak diproses oleh penyelenggara Pemilu , padahal ada bukti yang besar lengan berkuasa perihal terjadinya pelanggaran dan kecurangan itu , maka permohonan PHPU ke MK dapat dikatakan beralasan hukum.

Antara lain , apakah ada peraturan perundang-undangan yang dilanggar oleh penyelenggara pemilu , ada rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti oleh KPU. Atau selama pelaksanaan pemilu ada bunyi yang diperoleh pasangan calon tertentu , padahal tidak pernah ada pemungutan suara.

Demikian juga terkait dugaan pemilih yang jumlahnya melebihi jumlah surat bunyi , kepala kawasan yang memobilisasi birokrasi untuk memenangkan pasangan calon , atau mobilisasi pemilih dengan memanfaatkan Daftar Pemilih Tambahan (DPT) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKT).

Pelanggaran Pemilihan Umum 2014

“Kalau ini ada , memang harus disebut sebagai pelanggaran. Nah MK nantinya akan menguji semua dalil hukum dan alat bukti yang diajukan oleh pemohon. Apabila berdasarkan fakta-fakta persidangan terbukti ada proses pemilu yang inkonstitusional , mampu saja MK menjatuhkan putusan sela yang memerintahkan KPU melaksanakan pemungutan bunyi ulang atau penghitungan ulang ,” katanya.

Selain itu , jikalau pelanggaran dan kecurangan terjadi secara terstruktur , sistematis , dan masif , MK menurut Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) , Said Salahudin , mampu saja eksklusif menjatuhkan putusan dengan mengganti pemenang Pemilu. Sebab penerima pilpres hanya ada dua pasangan calon.(jpnn.com).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar